Kali ini melanjutkan rincian dari rukun iman secara singkat.
Lanjutan dari hadits Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu,
قَالَ : صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ : فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيْمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Orang itu berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Orang tadi berkata, “Engkau benar.” (HR. Muslim, no. 8)
Cakupan Beriman Kepada Allah
Beriman kepada Allah mencakup empat hal:
Beriman kepada wujud Allah. Barangsiapa mengingkari keberadaan Allah, maka dia bukan orang yang beriman. Namun tidak mungkin ada orang yang mengingkari wujud Allah Ta’ala sampai pun Fir’aun sebagaimana Nabi Musa pernah berkata padanya (yang artinya), “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata.” (QS. Israa’: 102)
Beriman kepada rububiyah Allah yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb sebagai Pencipta, Pemberi Rezeki, Pemilik dan Pengatur alam semesta.
Beriman kepada uluhiyah Allah yaitu meyakini bahwa Allah satu-satunya yang berhak diibadahi, segala ibadah hanya boleh ditujukan pada Allah.
Beriman kepada nama dan sifat Allah yang menetapkan apa yang ditetapkan-Nya untuk diri-Nya dalam Al-Qur’an dan dalam sunnah Rasul-Nya dengan penetapan yang layak bagi Allah tanpa melakukan tahrif (penyelewengan), ta’thil (penolakan), takyif (menyatakan hakikat), dan tamtsil (memisalkan dengan makhluk).
Cakupan Beriman Kepada Malaikat
Malaikat adalah makhluk ghaib. Malaikat diciptakan dari cahaya. Malaikat tidaklah makan dan minum. Malaikat merupakan makhluk yang padat tanpa berongga. Malaikat itu bergolong-golongan, dan tugas mereka pun bermacam-macam sesuai dengan hikmah Allah.
Beriman kepada malaikat mencakup beberapa perkara:
- Beriman pada nama-nama mereka yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui.
- Ada malaikat yang memiliki nama dan tugas tertentu:
- Jibril ditugaskan menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya yang turun dari sisi Allah.
- Mikail ditugaskan mengurus hujan dan tumbuhan bumi.
- Israfil ditugaskan meniup sangkakala.
- Malik yaitu malaikat penjaga neraka.
- Ridwan yaitu malaikat penjaga surga.
- Munkar dan Nakir yang bertugas menanyai mayit dalam kubur.
- Malaikat maut yang bertugas mencabut nyawa. Penyebutan dengan Izra’il tidak memiliki dalil pendukung dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih.
- Malaikat yang bertugas mencatat setiap amal perbuatan manusia, sifatnya adalah raqib (selalu mengawasi) dan ‘atid (selalu hadir).
- Malaikat yang bertugas berkeliling ke majelis ilmu dan majelis dzikir.
- Malaikat yang bertugas menemui orang beriman pada hari kiamat.
- Malaikat yang bertugas memberi perhormatan pada penduduk surga.
- Malaikat yang bertugas mengaminkan orang yang berdoa pada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya.
- Malaikat yang bertugas mendoakan di pagi hari bagi yang rajin bersedekah (mengeluarkan nafkah) dan doa jelek bagi yang malas.
- Harut dan Marut dalam kisah Sulaiman seperti disebut dalam surah Al-Baqarah ayat 102.
Cakupan Beriman Kepada Kitab Allah
Beriman kepada kitab Allah mencakup beberapa perkara:
- Mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada setiap Rasul, dan kitab-kitab itu berasal dari sisi Allah. Tetapi kita tidak mengimani bahwa kitab-kitab selain Al-Qur’an yang ada pada umat-umat sekarang berasal dari Allah karena telah terjadi penyimpangan dan perubahan.
- Mengimani kebenaran pemberitaan di dalamnya, seperti kabar-kabar Al-Qur’an dan kabar-kabar yang ada pada semua kitab terdahulu yang belum dirubah atau diselewengkan.
- Mengimani hukum-hukum yang terdapat dalam semua kitab terdahulu yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jadi syariat terdahulu yang tidak bertentangan dengan syariat kita merupakan syariat kita juga.
- Kita mengimani nama-nama seluruh kitab yang telah kita ketahui seperti Al-Qur’an, Taurat, Injil, Zabur serta Shuhuf (lembaran) Ibrahim dan Musa.
- Al-Qur’an adalah penyempurna dan penghapus kitab-kitab sebelumnya yang pernah ada.
- Al-Qur’an adalah kalamullah (firman Allah). Diturukan oleh Allah lewat Ruhul Amin (Jibril) kemudian ditanamkan dalam hati sayyidul mursalin (Nabi Muhammad) dengan bahasa Arab yang terang. Al-Qur’an diturunkan dari Allah dan bukan makhluk.
Cakupan Beriman Kepada Rasul
Nabi adalah seseorang yang diberi wahyu berupa syari’at dan diperintahkan untuk mengamalkannya, tetapi tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya. Sedangkan Rasul diutus untuk menyampaikan risalah yang bertentangan dengan kondisi umatnya.
Beriman kepada Rasul mencakup beberapa perkara:
- Beriman pada seluruh rasul tidak membeda-bedakannya karena Rasul adalah penyampai wahyu dari Allah pada hamba. Mengufuri sebagian Rasul sama seperti mengufuri lainnya.
- Beriman pada Nabi pertama adalah Adam dan Rasul pertama adalah Nuh.
- Meyakini ada rasul yang paling utama adalah dari kalangan ulul ‘azmi yaitu Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.
- Ajaran para rasul itu sama yaitu menyerukan untuk mentauhidkan Allah dan meninhggalkan kesyirikan walaupun syariatnya berbeda-beda.
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para Rasul, tidak ada lagi nabi setelah beliau. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itulah yang wajib diikuti untuk saat ini.
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penghulu para Rasul (rasul yang paling utama), penerima syafa’atul uzma (maqomam mahmuda), menjadi pemegang kunci pintu surga pertama kali dan umat Muhammad yang pertama kali masuk surga.
Cakupan Beriman Kepada Hari Akhir
Beriman kepada hari akhir mencakup beberapa hal:
- Beriman bahwa kiamat akan terjadi dan beriman pada kejadian-kejadiannya seperti manusia akan melihat Allah kelak di akhirat.
- Beriman kepada setiap apa yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya dan apa yang telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari perkara-perkara yang akan terjadi pada hari kiamat seperti manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak disunat, buhman (sama sekali tidak membawa harta apa pun).
- Beriman kepada nikmat dan siksa kubur.
- Beriman kepada tanda-tanda hari kiamat seperti munculnya Dajjal, datangnya Imam Mahdi, turunnya Nabi Isa bin Maryam, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, keluarnya dabbah (binatang), dan terbitnya matahari dari arah tenggelamnya.
- Beriman kepada peniupan sangkakala, syafa’at, hisab, mizan (timbangan), pembagian catatan amal, al-haudh (telaga), ash-shirath (titian), surga dan neraka, juga penyembelihan al-maut.
Cakupan Beriman Kepada Takdir
Beriman kepada takdir mencakup beriman pada empat perkara:
- Al-‘Ilmu (ilmu) yaitu mengimani bahwa Allah mengetahui segala yang terjadi di alam ini, baik secara global maupun secara terperinci, baik kaitannya dengan perbuatan Allah maupun perbuatan hamba;
- Al-Kitabah (pencatatan) yaitu segala sesuatu telah dicatat oleh Allah;
- Al-Masyi’ah (kehendak) yaitu apa yang telah Allah kehendaki pasti terjadi, yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi;
- Al-Kholq (penciptaan) yaitu segala yang ada di alam ini adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah Ta’ala, ada yang hasil perbuatan Allah (seperti turunnya hujan, tumbuhnya tanaman) dan ada yang merupakan perbuatan hamba. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shaaffaat: 96)
Masih berlanjut pada penjelasan hadits Jibril selanjutnya.
Syukron katsiran. Semoga bermanfaat.
Referensi:
‘Alam Al-Malaikah Al-Abrar. Cetakan Tahun 1425 H. Prof. Dr. ‘Umar Sulaiman ‘Abdullah Al-Asyqar. Penerbit Dar An-Nafais.
Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya.
Syarh Lum’ah Al-I’tiqad. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.
—
Disusun di Pesantren Darush Sholihin, Jumat siang, 14 Shafar 1439 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber rumaysho.com
Komentar
Posting Komentar