Menulis Seksisme dengan Gaya - Curhat Seorang Pria | Bagian 1



Disclmr: Batasan masalah dalam tulisan ini adalah Hablum minannas.

Curhat, sebuah kelaziman si feminim dan ketabuan oleh si maskulin. Ya, izinkan aku untuk mengatakannya. Betapa tabu nya 'curhat' oleh si maskulin, setidaknya itu berdasar pada pengalaman ku sendiri dan beberapa pelaku maskulin yang aku wawancara.

Begitu teramat sulit nya curhat bagi si maskulin seakan mengontruksi pikiran mereka (r: kami) untuk berpikir "apa sih gunanya curhat?" dan/atau "kenapa aku harus curhat?". Sebenarnya "teramat sulit" bukanlah sebuah hukum atau aturan yang nyata, ia hanya pseudo hukum dari keadaan yang timbul karena ketidaklaziman yang ada di sekitar nya.

Dengan aku melihat sekitar betapa lazimnya si feminim untuk melakukan kegiatan yang menjadi fokus bahasan, yaitu curhat, mengontruksi pula pikiran ku untuk menghasilkan pertanyaan "Apakah ini sebuah diskriminasi?". Setidaknya sebuah diskriminasi tidak sengaja.

"Apa yang salah jika itu 'tidak sengaja'?". Hei, bahkan pembunuhan tidak sengaja saja termasuk kejahatan. Lalu, apakah kondisi si maskulin yang tersebut adalah kejahatan karena termasuk diskriminasi dan sepatutnya dimusnahkan dari muka bumi?.

Jika kamu si maskulin dan berharap tulisan ini akan berlanjut dengan jawaban "YA!" dari pertanyaan tersebut di atas? Selamat, kamu akan/sudah mengalami kekecewaan. Karena kalaupun itu kejahatan, tak akan ada yang bisa menghilangkannya ataupun menghakimi pelaku, karena memang tidak ada pelaku dalam hal ini.

"Lalu, apa yang bisa atau harus dilakukan?". Sebelum pertanyaan tersebut disampaikan si maskulin harus berpikir kembali ke akar kemudian bersepakat terlebih dahulu, apakah keadaan "si maskulin lazim untuk curhat" adalah sebuah keinginan?, atau sebenarnya itu tidak diperlukan? Atau bahkan akan mengganggu kestabilan si maskulin kedepannya?

Sebagaimana judul, Lanjut part 2. Biar kayak tikt*ok. ;p

Komentar